Memperingati tiga tahun berdirinya Komunitas Cagar Urip, sebuah sarasehan bertajuk "Udhar Rahsa" digelar di Pagerharjo (7/12/2024), dengan harapan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya kelangsungan sumber mata air. Komunitas yang berdiri sejak 3 Desember 2021 ini mengajak seluruh pihak untuk menyadari bahwa pelestarian sumber mata air adalah tanggung jawab bersama.
Acara ini diawali dengan doa syukur sebagai ungkapan terima kasih atas tiga tahun perjalanan komunitas berupaya menjaga kelestarian mata air. Selain diskusi, turut ditampilkan karya komunitas berupa lukisan, dokumentasi perjalanan, serta hasil sampling air dari berbagai sumber mata air di Samigaluh. Karya-karya ini menggambarkan dedikasi dan upaya nyata komunitas dalam menjaga sumber daya alam yang vital tersebut.
Japarak, salah satu pegiat Komunitas Cagar Urip, menjelaskan bahwa komunitas ini berdiri sebagai wujud kepedulian terhadap pelestarian sumber mata air di Samigaluh. “Kami mendata sumber mata air, menjaga dan memelihara keberadaannya, serta melakukan penanaman pohon konservasi air. Harapan kami, semakin banyak warga yang sadar bahwa sumber mata air bukan hanya untuk digunakan, tetapi juga harus dirawat dengan baik,” tuturnya.
Diskusi Inspiratif: Melestarikan Sumber Mata Air adalah Tanggung Jawab Bersama
Diskusi dalam acara ini dipandu oleh Pakde Susilo atau akrap dipanggil Pakde Sus sesepuh Komunitas Cagar Urip. "Menjaga kelestarian alam, termasuk mata air, adalah tanggung jawab semua pihak. Kita hidup berdampingan dengan alam. Oleh karena itu, berjalan bersama menjadi daya hidup dan daya pulih, bukan daya rusak. Bagaimana kita memperlakukan sumber air akan menentukan keberlanjutan kehidupan di sekitar kita,” ungkapnya.
Panewu Samigaluh menambahkan bahwa kegiatan Komunitas Cagar Urip selaras dengan program Gerakan Menghijaukan Samigaluh (Gemesi) yang diinisiasi kapanewon. “Tujuan utama Gemesi adalah melestarikan sumber mata air agar tetap tersedia, bahkan saat kemarau panjang,” jelasnya.
Sementara itu, Samsi, Ketua RW 029 Kalirejo Utara, menyampaikan keresahannya terhadap kondisi mata air yang kian menyusut. “Dulu, mata air di wilayah kami sangat melimpah. Sekarang, debitnya menurun drastis. Ada mata air yang dulunya ditopang oleh pohon beringin besar, tetapi pohon itu ditebang karena dianggap terlalu rimbun. Padahal, pohon-pohon tersebut memiliki peran penting dalam menjaga ketersediaan air,” ujarnya.
Cagar Urip: Gerakan dari Hati untuk Masa Depan
Sebagai komunitas yang tidak berbadan hukum dan tidak memiliki cakupan wilayah tertentu, Komunitas Cagar Urip murni bergerak atas dasar kesadaran dan visi bersama. Mereka percaya bahwa edukasi dan kolaborasi adalah kunci untuk mengelola serta melestarikan mata air. “Kami ingin masyarakat memahami bahwa pohon-pohon konservasi air bukan sekadar hiasan, tetapi penjaga keberlanjutan air. Semua pihak harus bersatu dalam upaya ini,” tegas Japarak.
Pesan Penting untuk Generasi Mendatang
Sarasehan ini ditutup dengan pesan reflektif bagi seluruh peserta. “Apakah kita ingin menjadi manusia yang merusak alam, atau yang melestarikannya? Merusak jauh lebih cepat daripada memperbaiki. Hasil dari upaya kita hari ini mungkin baru akan terasa 10, 20, atau bahkan 30 tahun ke depan. Namun, langkah kecil ini sangat berarti untuk masa depan generasi berikutnya,” tutup Pakde Sus yang memimpin diskusi.
Sarasehan tiga tahun Komunitas Cagar Urip ini menjadi pengingat bahwa kelangsungan mata air adalah tanggung jawab kita semua. Dengan kerjasama yang solid antara komunitas, pemerintah, dan masyarakat, keberlanjutan sumber daya air dapat terwujud demi kehidupan yang lebih baik di masa depan.
Penulis: Setiyoko, S. Pd Editor: Mas Carik